- Diposting oleh : Hamba Allah
- pada tanggal : Juli 20, 2025
PEMETAAN KITAB-KITAB FIKIH
DALAM MAZHAB SYAFI'I
Oleh Tgk. H. Muhammad Iqbal Jalil, MH
Kenapa ini penting dipahami? Agar kita paham bagaimana hakikat Mazhab Fikih yang sesungguhnya. Ketika berbicara Mazhab Syafi'i misalnya, maka jangan sampai disangka bahwa kita sedang berbicara sosok pribadi seorang Imam Syafi'i, tetapi kita berbicara madrasah mutakamilah, yang berisi kumpulan pendapat fikih hasil khidmah puluhan ribu para Ulama dalam lintas generasi.
Jika ada yang menyatakan bahwa pendapat fiqh Mazhab bisa saja salah, kita tidak membantahnya. Tetapi perlu dipahami, bahwa kemungkinan salah dari seseorang yang berijtihad sendiri jauh lebih besar berkali lipat dari kemungkinan tersalah fikih Mazhab. Selain karena sosok muassis-nya yang diakui, fiqih Mazhab telah melewati khidmah panjang para Ulama dalam lintas generasi.
Hari ini saya mengajak Mahasantri Ma'had Aly mengkaji bersama pemetaan kitab-kitab fikih dalam Mazhab Syafi'i. Saya tidak lagi berbicara tentang kitab-kitab karya Al-Syafii, Karena ini membutuhkan waktu panjang dalam sesi tersendiri. Saya ingin mengajak Mahasantri mengkaji kitab-kitab fiqh yang merupakan turunan dari Mukhtashar al-Muzani.
Ada beberapa kitab yang berisi Mukhtashar bagi pandangan al-Syafi'i, Imam Muzani sendiri misalnya selain memiliki kitab Mukhtasar Shaghir yang biasanya hanya disebut dengan nama Mukhtasar al-Muzani, beliau juga punya Mukhtashar Al-Kabir atau nama lainnya kitab al-Jami' al-Kabir.
Kemudian ada Mukhtashar al-Buwaithi dan Mukhtashar Imam al-Harmalah. Dari beberapa kitab-kitab ini, yang paling banyak mendapatkan perhatian di masa itu adalah kitab Mukhtasar al-Muzani yang darinya terdapat banyak turunan kitab fikih dalam Mazhab Syafi'i.
Kitab Mukhtasar al-Muzani kemudian disyarahi dalam beberapa kitab Syarah, diantaranya; at-Taqrib karya al-Qaffal, al-Hawi al-Kabir karya al-Mawardi, Bahr al-Madzhab karya al-Ruyani, dan Nihayatul Mathlab di Dirayatil Mazhab karya Imam Haramain. Dari beberapa Syarah ini, yang paling bagus dan mendapatkan perhatian para Ulama adalah kitab Nihayatul Mathlab karya Imam Haramain.
Kitab Nihayatul Mathlab ini kemudian di-ikhtishar atau diringkas dalam beberapa kitab lainnya. Yang pertama sekali meringkasnya adalah Imam Haramain sendiri, kemudian ada juga ikhtishar dari Sulthanul Ulama, Imam Izzudin bin Abdussalam, dan Imam Al-Ghazali dengan kitabnya yang bernama al-Basith. Kemudian Al-Ghazali meringkas kembali al-Basith menjadi al-Wasith, dan meringkas al-Wasith menjadi al-Wajiz.
Kitab al-Wajiz karya Al-Ghazali kemudian diringkas oleh Imam Rafii dalam 3 kitab; Syarah shagir, Syarah Kabir yang dinamakan dengan nama al-Aziz, dan juga syarah mabsuth yang penulisannya hanya sampai pada pertengahan pembahasan shalat dengan nama Syarh al-Mahmud. Dari tiga kitab ini, Syarah Kabir merupakan kitab yang sangat penting dalam mazhab Syafi'i. Para ulama kemudian menambah kata "fath" di awal kitab ini sehingga terkadang disebut dengan nama Fath al-'Aziz.
Selain meringkas kitab al-Wajiz, Syarah Kabir juga menambahkan kandungan 5 kitab lainnya, yaitu Tahdzib al-Baghawi, Al-Syamil Li karya Shabbagh, al-Ibanah karya al-Furani, Tajrid Ibn Kajj, dan Amali al-Sarkhasi. Kitab Syarah Kabir ini kemudian menjadi kitab utama sebagai pondasi pembelajaran dan fatwa. Kitab Syarah Kabir ini kemudian diringkas kembali oleh para Ulama lainnya; di antara Mukhtashar Syarah Kabir yang paling masyhur adalah Al-Hawi al-Shaghir karya al-Qazwaini dan Raudhah al-Thalibin wa 'Umdah al-Muftin karya Imam Nawawi.
Kitab Al-Hawi al-Shaghir karya al-Qazwaini kemudian disyarahi atau dihasyiahi oleh beberapa ulama, di antaranya; Hibbatullah Ibn al-Barizi dengan kitab al-Tawdhih al-Kabir dan al-Shaghir, Syarah Imam al-Jili, Idhahul Fatawi karya al-Nasyiri, Khulashatul Fatawi bi Tashil Asrar Al-Hawi karya Ibn al-Mulaqqin.
Kemudian ada juga nazham yang seperti Syarah bagi al-Hawi al-Shaghir, yaitu nazm Bahjah al-Hawi karya Ibn al-Muqri. Nazam ini kemudian disyarahi oleh Zakaria al-Anshari dalm kitab al-Ghurar al-Bahiyyah bi Syarh al-Bahjah, kemudian dihasyiahi oleh al-Ramli.
Sementara kitab Rawdhah al-Thalibin, ringkasan Imam Nawawi terhadap Syarah Kabir dikhidmah oleh para Ulama, sebagian mensyarahkannnya, dan sebagian meringkasnya lagi. Di antara syarah atau Hasyiah bagi Rawdhah adalah kitab Al-Tawassuth wa al-Fath bayn al-Raudhah wa al-Syarh karya al-Azra'i, Hasyiah al-Bulqini, al-Muhimmat karya al-Isnawi.
Kitab al-Muhimmat ini banyak berisi kritikan kepada Imam Nawawi, yang kemudian muncul murid dari Imam al-Isnawi sendiri yang mengkritik kitab al-Muhimmat dalam kitabnya; at-Ta'aqqubat 'ala al-Muhimmat karya Ibn al-'Imad dan Intiqad al-Muhimmat karya Syihab al-Azra'i.
Selain itu, ada juga syarah lainnya karya Zakaria al-Zarkasyi dengan nama al-Khadim Li al-Rawdhah wa al-Rafi'i. al-Zarkasyi juga punya kitab lainnya sebagai khidmah bagi Rawdhah, yaitu kitab Al-Zarkasyiyyah yang merupakan ta'liq atas niskhah al-Bulqini. Zarkasyi juga mengarang kitab khusus yang berisi masalah-masalah yang ditulis oleh al-Rafii dalam Syarah Kabir yang bukan pada bab-nya dengan nama kitab Khabaya al-Zawaya.
Kitab Rawdhah al-Thalibin selain dikhidmah dalam bentuk Syarah, juga dikhidmah oleh para ulama dalam bentuk ikhtishar terhadapnya, di antaranya Kitab al-'Ubab - al-Muhith bi Nushush al-Syafi'i WA al-Ashab karya Syaikh al-Muzajjad al-Yamani, dan kitab Rawdh al-Thalib karya Ibn al-Muqri.
Kitab Rawdh al-Thalib karya Ibn al-Muqri kemudian disyarah oleh Zakaria al-Anshari dengan nama kitab Asnal Mathalib bi Syarh Rawdh al-Thalib yang kemudian dihasyiahi oleh Syaikh al-Ramli, ayah dari pengarang kitab Nihayatul Muhtaj.
Ini gambaran sekilas pemetaan kitab-kitab maHab Syafi'i yang embrionya berasal dari kitab Mukhtashar al-Muzani. Ada banyak pola turunan lain, seperti beberapa Kitab-kitab Ta'liqat, semisal Ta'liqat Abu Thayyib al-Thabari yang turunannya ada kitab al-Muhadzdzab karya al-Syirazi dimana kitab ini kemudian memiliki banyak khidmah dalam kitab lainnya.
Ada Muharrar, dengan turunannya Minhaj dan Manhaj yang memiliki banyak sekali pencabangannya. Ada Kitab Matan Ghayah al-Ikhtishar, Fathul Mu'in, dan Umdatussalik yang juga memiliki banyak sekali turunannya. Insyaallah saya akan bahas lanjutannya bersama Mahasantri Ma'had Aly dalam kesempatan lainnya.
Dari gambaran pemetaan sebaran kitab-kitab mazhab di atas kita dapat bagaimana Mazhab Fikih itu sesungguhnya. Berbicara Mazhab fikih bukanlah berbicara dengan pribadi seorang pendiri Mazhab, tetapi kita berbicara tentang suatu madrasah keilmuan yang dibangun dalam waktu yang lama, dikhidmah oleh para Ulama dalam lintas generasi, madrasah mutawashil dan mutakamil, sebuah metode beragama yang pengembangan dan penyempurnaannya terjadi secara berkesinambungan dan ada upaya untuk saling menyempurnakan oleh para Ulama.
Pemandangan ini juga menunjukkan adab Ulama Islam dari masa ke masa dalam menyikapi ulama-ulama di era sebelumnya. Mereka melanjutkan penyempurnaan bangunan atas pondasi yang sudah didirikan oleh ulama-ulama sebelumnya. Mereka tidak merobohkan bangunan lama dengan membangun pondasi dan bangunan baru dengan tidak menghargai sama sekali kontribusi panjang yang telah dilakukan oleh pendahulunya.
Pengembangan ilmu yang berkesinambungan seperti ini sesuai dengan sunnah para Ambia, dimana Rasulullah Saw menyampaikan dalam haditsnya bahwa beliau adalah perumpamaan batu bata terakhir yang melengkapi bangunan yang sudah ada, sehingga bangunan itu terlihat indah dan sempurna.
عن جابر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " مثلي ومثل الأنبياء كمثل رجل بنى دارا فأتمها، وأكملها إلا موضع لبنة، فجعل الناس يدخلونها، ويتعجبون منها، ويقولون: لولا موضع اللبنة ! ". قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "فأنا موضع اللبنة جئت فختمت الأنبياء".
Diriwayatkan dari Jabir, yang berkata bahwa Rasulullah bersabda; "Perumpamaanku dengan para nabi sebelumnya seperti seorang lelaki yang membangun sebuah rumah, lalu ia menyempurnakannya dan memperindahnya, kecuali satu tempat untuk sebuah bata. Maka orang-orang pun masuk ke dalam rumah itu, mereka kagum padanya dan berkata: 'Alangkah indahnya rumah ini, kalau saja ada satu bata di tempat itu!'” Rasulullah saw kemudian bersabda: "Akulah bata itu; aku datang sebagai penutup para nabi."
Kita ingin para penuntut ilmu mengamalkan adabnya para Ulama dalam berinteraksi dengan ulama terdahulu, sehingga jangan sampai hanya karena alasan ingin dicap sebagai pembahuru, lalu merobohkan semua pondasi dan bangunan indah yang sudah diwarisi oleh ulama sebelumnya, merobohkan prinsip-prinsip yang termasuk perkara tsawabit dalam agama, melanggar ijma', lalu mendakwa diri telah memiliki kapasitas untuk ijtihad dan menyampaikan pandangan sesuka hatinya.
Ma'had Aly MUDI.
Samalanga, 21 Juli 2025.
Semoga bermanfaat!